Selasa, 21 April 2015

TUGAS PSIKOTERAPI II (Artikel 6)

Terapis harus membawa ke dalam hubungan tersebut sifat-sifat khas yang berikut;

  • Menerima. Terapis menerima pasien dengan respek tanpa menilai atau mengadilinya entah secara positif atau negatif. Pasien dihargai dan diterima tanpa syarat. Dengan sikap ini terapis memberi kepercayaan sepenuhnya kepada kemampuan pasien untuk meningkatkan pemahaman dirinya dan perubahan yang positif.
  • Keselarasan (congruence). Terapis dikatakan selaras dalam pengertian bahwa tidak ada kontradiksi antara apa yang dilakukannya dan apa yang dikatakannya.
  • Pemahaman. Terapis mampu melihat pasien dalam cara empatik yang akurat. Dia memiliki pemahaman konotatif dan juga kognitif.
  • Mampu mengkomunikasikan sifat-sifat khas ini. Terapis mampu mengkomunikasikan penerimaan, keselarasan dan pemahaman kepada pasien sedemikian rupa sehingga membuat perasaan-perasaan terapis jelas bagi pasien.
  • Hubungan yang membawa akibat. Suatu hubungan yang bersifat mendukung (supportive relationship), yang aman dan bebas dari ancaman akan muncul dari teknik-teknik diatas.
  1. klien datang ke terapis dalam kondisi tidak kongruensi, mengalami kecemasan, atau kondisi penyesuaian diri yang tidak baik.
  2. saat klien menjumpai terapis dengan penuh harapan dapat memperoleh bantuan, jawaban atas permasalahan yang sedang dialami, dan menemukan jalan atas kesulitan-kesulitannya. Perasaan yang ada pada klien adalah ketidakmampuan mengetasi kesulitan hidupnya.
  3. pada awal terapi klien menunjukan perilaku, sikap, dan perasaannya yang kaku. Dia menyatakan permasalahan yang dialami kepada terapis secara permukaan dan belum menyatakan pribadi yang dalam. Pada awal-awal ini klien cenderung mengeksternalisasi perasaan dan masalahnya, dan mungkin bersikap defensif.
  4. klien mulai menghilangkan sikap dan perilaku, membuka diri terhadap pengalamannya., dan belajar untuk bersikap lebih matang dan lebih teraktualisasi, dengan jalan menghilangkan pengalaman yang didistorsinya.

Tujuan dasar terapi ini kemudian diklasifikasikan kedalam 4 konsep inti tujuan terapi, yaitu;

a.    Keterbukaan pada pengalaman

Klien diharapkan dapat lebih terbuka dan lebih sadar dengan kenyataan pengalaman mereka. Hal ini juga berarti bahwa klien diharapkan dapat lebih terbuka terhadap pengetahuan lebih lanjut dan pertumbuhan mereka serta bisa menoleransi keberagaman makna dirinya.

b.    Kepercayaan pada organisme sendiri

Dalam hal ini tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri sendiri. Biasanya pada tahap-tahap permulaan terapi, kepercayaan klien terhadap diri sendiri dan putusan-putusannya sendiri sangat kecil. Mereka secara khas mencari saran dan jawaban-jawaban dari luar karena pada dasarnya mereka tidak mempercayai kemampuan-kemampuan dirinya untuk mengarahkan hidupnya sendiri. Namun dengan meningkatnya keterbukaan klien terhadap pengalaman-pengalamannya sendiri, kepercayaan kilen kepada dirinya sendiri pun mulai timbul.

c.    Tempat evaluasi internal

Tujuan ini berkaitan dengan kemampuan klien untuk instropeksi diri, yang berarti lebih banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaannya. Klien juga diharapkan untuk dapat menetapkan standar-standar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan-putusan dan pilihan-pilihan bagi hidupnya.

d.    Kesediaan untuk menjadi satu proses.

Dalam hal ini terapi bertujuan untuk membuat klien sadar bahwa pertumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan. Para klien dalam terapi berada dalam proses pengujian persepsi-persepsi dan kepercayaan-kepercayaannya serta membuka diri bagi pengalaman-pengalaman baru, bahkan beberapa revisi.

 

Manusia dalam pandangan Rogers adalah bersifat positif. Ia mempercayai bahwa manusia memiliki dorongan untuk selalu bergerak ke muka, berjuang untuk berfungsi, kooperatif, konstrukstif dan memiliki kebaikan pada inti terdalam tanpa perlu mengendalikan dorongan-dorongan agresifnya. Filosofi tentang manusia ini berimplikasi dalam praktek terapi client centered dimana terapis meletakan tanggung jawab proses terapi pada client, bukan terapis yang memiliki otoritas. Client diposisikan untuk memiliki kesnggupan-kesangguapan dalam membuat keputusan.

Pendekatan konseling client centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian,dan hakekat kecemasan. Menurut Roger konsep inti konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.

Terapi berpusat pada klien (Client Centered Teraphy) merupakan salah satu teknik alternatif dalam praktik pekerjaan sosial, terutama bagi terapis yang tidak begitu menguasai secara baik beberapa teori dan praktik pekerjaan sosial, walaupun begitu bukan berarti tanpa tantangan dan keahlian yang spesific. Beberapa teori dan praktik pekerjaan yang bersifat dasar tetap menjadi kebutuhan mutlak dalam teknik terapi ini. Tulisan ini akan berusaha menjelaskan tentang latarbelakang historis terapi client centered, beberapa asumsi dasar, prinsip, tujuan dan teknik serta proses terapi client centered.

CLIENT CENTERED (KONSELING BERPUSAT KLIEN) – Model konseling berpusat pribadi dikembangkan oleh Carl R. Rogers. Sebagai hampiran keilmuan merupakan cabang dari psikologi humanistik yang menekankan model fenomenologis. Konseling person-centered mula-mula dikembangkan pada 1940 an sebagai reaksi terhadap konseling psychoanalytic. Semula dikenal sebagai model nondirektif, kemudian diubah menjadi client-centered.

Carl R. Rogers mengembangkan terapi client-centered sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Terapis berfugsi terutama sebagai penunjang pertumbuhan pribadi seseorang dengan jalan membantunya dalam menemukan kesanggupan-kesanggupan untuk memecahkan masalah-masalah. Pendekatan client centered ini menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan seseorang untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri.

b. Ciri-Ciri Pendekatan Client Centered

Berikut ini uraian ciri-ciri pendektan Client Centered dari Rogers :

  1. Client dapat bertanggungjawab, memiliki kesanggupan dalam memecahkan masalah dan memilih perliku yang dianggap pantas bagi dirinya.
  2. Menekankan dunia fenomenal client. Dengan empati dan pemahaman  terhadap client, terapis memfokuskan pada persepsi diri client dan persepsi client terhadap dunia.
  3. Prinsip-prinsip psikoterapi berdasarkana bahwa hasrat kematangan psikologis manusia itu berakar pada manusia sendiri. Maka psikoterapi itu bersifat konstrukstif dimana dampak psikoteraputik terjadi karena hubungan konselor dan client. Karena hal ini tidak dapat dilakukan sendirian (client).
  4. Efektifitas teraputik didasarkan pada sifat-sifat ketulusan, kehangatan, penerimaan nonposesif dan empati yang akurat.
  5. Pendekatan ini bukanlah suatu sekumpulan teknik ataupun dogma. Tetapi berakar pada sekumpulan sikap dan kepercayaan dimana dalam proses terapi, terapis dan client memperlihatkan kemanusiawiannya dan partisipasi dalam pengalaman pertumbunhan.

tiga ciri atau sikap terapis yang membentuk bagian tengan hubungan teraputik :

Pertama, Keselarasana/kesejatian. Konsep kesejatian yang dimaksud Rogers adalah bagaimana terapis tampil nyata, utuh, otentik dan tidak palsu serta terinytgrasi selama pertemuan terapi. Terapis bersikap secara spontan dan terbuka menyatakan sikap-sikap yang ada pada dirinya baik yang positif maupun negatif. Terapis tidak diperkenankan terlibat secara emosional dan berbagi perasaan-perasaan secara impulsive terhadap  client. Hal ini dapat menghambat proses terapi. Jelas bahwa pendekatan client centered berasumsi bahwa jika terapi selaras/menunjukkan kesejatiannya dalam berhubungan dengan client maka proses teraputic bisa berlangsung.

Kedua, Perhatian positif tak bersayarat. Perhatian tak bersayarat itu tidak dicampuri oleh evaluasi atau penilaian terhadap pemikiran-pemikiran dan tingkah laku client sebagai hal yang buruk atau baik. Perhatian tak bersyarat bkan sikap “Saya mau menerima asalkan…..melainkan “Saya menerima anda apa adanya”. Perhatian tak bersyarat itu seperti continuum. Semakin besar derajat kesukaan, perhatian dan penerimaan hangat terhadap client, maka semakin besar pula peluang untuk menunjung perubahan pada client.

Ketiga, Pengertian empatik yang akurat. Pada bagian ini merupakan hal yang sangat krusial, dimana terapis benar-benar dituntut untuk menggunakan kemampuan inderanya dalam berempati guna mengenali dan menjelajahi pengalaman subjektif dari client. Konsep ini menyiratkan terapis memahami perasaan-perasaan client yang seakan-akan perasaanya sendiri. Tugas yang makin rumit adalah memahami perasaan client yang samar dan memberikan makna yang makin jelas. Tugas terapis adalah membantu kesadaran client terhadap perasaan-perasaan yang dialami. Regers percaya bahwa apabila terapis mampu menjangkau dunia pribadi client sebagaimana dunia pribadi itu diamati dan dirasakan oleh client, tanpa kehilangan identitas dirinya yang terpisah dari client, maka perubahan yang konstruktif akan terjadi.


https://eko13.wordpress.com/2011/04/14/pendekatan-konseling-client-centred/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar