Jumat, 10 Oktober 2014
MENGENDALIKAN FUNGSI MANAJEMEN 1
ACTUATING DALAM MANAJEMEN 2
ACTUATING DALAM MANAJEMEN 1
PENGORGANISASIAN STRUKTUR MANAJEMEN 2
Sabtu, 04 Oktober 2014
Pengorganisasian Struktur Manajemen 1
Perencanaan Penetapan Manajemen: Planning 2
Perencanaan Penetapan Manajemen: Planning 1
Pengantar Psikologi Manajemen
Jumat, 04 Juli 2014
Kesehatan Mental (Mengarahkan Perubahan Diri)
Mengarahkan perubahan diri
Perilaku disini tidak hanya merujuk untuk perilaku terbuka tetapi untuk semua proses internal dan eksternal dan kegiatan yang dapat diamati dan diukur.Titik utama Skinner adalah perilaku yang terdiri dari kemampuan kita untuk mengendalikan diri dapat dimodifikasi oleh prinsip yang sama seperti perilaku lain. Perilaku mengendalikan diri terutama dipelajari dan dengan demikian lebih rentan terhadap perubahan.
Orang-orang yang bergantung pada prinsip-prinsp modifikasi perilaku stres perlu juga “outsight” atau kesadaran dan penguasaan pengaruh eksternal perilaku.
Dua jenis variabel pengendalian atau pengaruh sangat penting untuk perilaku, yaitu isyarat yang memicu perilaku dan konsekuensi yang mengikutinya. Beberapa syarat di sekeliling kita atau di dalam diri kita dapat memicu apa yang kita katakan dan kita lakukan dan seringkari kita hanya samar-samar dalam menyadari ini. Seringkali konsekuensi dari perilaku kita mengerahkan pengaruh yang lebih pada apa yang kita lakukan.
Sangat penting untuk menentukan target perilaku dalam hal perilaku. Kita ingin mengurangi atau menghilangkan masalah perilaku (perilaku negatif) dan meningkatkan perilaku yang positif.
Membuat program perbaikan diri untuk memilih tujuan yang terlalu ambisius atau tidak realistis.
Setelah kamu menetapkan tujuan, penting untuk memperhatikan perilakumu sekarang sebagai basis (landasan) untuk mengukur progresnya nanti. Ada tiga cara untuk mencatat, yang pertama itu frequency count (menghitung seberapa seringnya) contohnya itu menghitung jumlah kalori yang kita konsumsi atau berapa kali kamu berbicara dalam kelas. Yang kedua measure of the duration or amount of time invested in thebehavior (mengukur durasi atau waktu ketika melakukan perilaku), teknik ini lebih sulit, tapi lebih pantas ketika perilaku tidak dapat dengan mudah dipecah menjadi peristiwa yang terpisah. Contohnya seperti berapa lama tidur, belajar, dan bekerja. Yang ketiga adalah counting the products of the behavior (menghitung hasil dari perilaku) seperti ruangan yang bersih, tugas yang sudahselesai dan uang yang diperoleh.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, banyak perilaku terjadi karenakan rentetan peristiwa (chain behavior). Seperti merokok, itu cenderung sering terjadi ketika individu gugup, bosan dll. Kondisi ini disebut antisenden. Ketika tujuan kamu adalah menghilangkanperilaku yang tidak dinginkan, strategi terbaik adalah dengan mengurangi antisenden tersebut. Dan ketika kamu mencoba untuk menetapkan perilaku yang dinginkan sebaiknya kamu membuat/membangun antisenden dan asosiasi yang memicu perilaku yang diinginkan tersebut.
Setelah kamu mulai mengontrol beberapa kondisi yang memicu target perilakumu, kamu siap untuk lebih memperhatikan konsekuensi dari perilakumu.
Kita tidak memberi imbalan kepada diri kita sendiri dengan reinforcers (penguat) sampai kita bisa melihatkan target perilaku yang ingin kita kuatkan. Reinforcers itu sendiri adalah apapun yang memperkuat perilaku. Ada dua macam reiforcers yang pertama positive reinforcment syang memperkuat perilaku yang diberikan langsung. Yang kedua negative reiforcement terdiri dari mengurangi atau menghilangkan stimulus yang tidak menyenangkan seperti cemas.
Memilih reinforcer adalah tindakan yang sangat pribadi. Pada dasarnya, reinforcer yang efektif harus memiliki beberapa kriteria. Yang pertama harus sesuatu yang menguatkan untuk kamu. Yang kedua apakah reinforcer itu mudah dikendalikan. Yang ketiga adalah reiforcer itu harus kuat.
Pada poin ini kamu sudah siap untuk menetapkan keseluruhan rencanamu ke tindakan. Tapi, sebelum kamu memulai, penelitian sudah menunjukkan bahwa kamu harus berhati-hati kepada dua hal: persetujuan dengan dirimu tentang tujuanmu dan reinforcers yang kamu gunakan. Dengan tujuan untuk mempunyai pertujuan yang jelas dengan dirimu sendiri tentang apa yang hendak kamu selesaikan, kamu harus membuat self-contract. Yang didalamnya harus terdapat:
idealnya adalah kamu menggunakan reinforcers segera setelah kamu melakukan perilaku yang kamu inginkan.
Akan ada hari yang baik dan buruk ketika melakukan self-impovement (perbaikan diri sendiri). Sering sekali orang-orang cenderung meremehkan peningkatan mereka dikarenakan tidak secepat yang mereka inginkan. Beberapa perubahan dalam perilaku terjadi secara berangsur-angsur dan memerlukan kesabaran yang besar. Ketika peningkatan mereka megecewakan, ada beberapa hal yang menjadi kesalahan. Yang paling sering dikarenakan kekurangan sasaran perilaku yang di tetapkan, kesalahan dalam catatan, atau gagal dalam menggunakan reinforcement dengan benar. Problem pertama biasanya terdiri dari target perilakunya terlalu biasa. Yang kedua adalah ketika melakukan renforcement. Tidak membuat reinforcement kontigan pada perilaku anda, yang pada dasarnya adalah kecurangan pada diri anda.
Banyak orang yang sukses dalam upaya meningkatkan perubahan diri sering mencapain pada poin dimana mereka berhenti mengikuti program mereka. Beberapa bulan setelah menyelesaikan program self-modification, banyak siswa yang malu mengebai tidak lagi menyimpan catatan atau menggunakan renforcers. Tapi, mereka juga tidak terganggu oleh problem perilaku mereka.
Ide yang bagus untuk menghapus program anda secara sengaja dan bertahap. Daripada tiba-tiba berhenti dari catatan atau renforcers anda, anda seharusnya beralih dengan cara mengurangi sedikit demi sedikit reinfocementnya.
Sukses dalam mencapai kontrol diri yang baik adalah persoalan yang relatif. Mereka yang sudah mencapai tujuan mereka cenderung untuk mendukung lebih baru, lebih ambisus. Namun, individu yang belum sukses bisa belajar dari kesalahannya.
contohnya
Seorang anak ingin mengarahkan perubahan dirinya yaitu dia ingin mengurangi kebiasannya yang terlalu sering bermain, dia meningkatkan kontrol dirinya dengan awal muka mengurangi waktu bermainnya menjadi hanya 2/3 jam saja sehari dia mengganti waktu tersebut dengan membaca, belajar dll (hal-Hal yang bermanfaat). Lalu dia menetapkan tujuan mengapa dia ingin mengurangi waktu bermain itu yaitu meningkatkan nilai-nilai di sekolahnya dan dia bertekad untuk masuk ranking 5 besar di sekolahnya. Untuk pencatatan perilaku, dia menggunakan measure of the duration or amount of time invested in the behavior (mengukur durasi atau waktu ketika melalukan perilaku). Jadi setiap harinya anak tersebut mengurangi waktu untuk bermainnya dan memberbanyak waktunya untuk belajar. Dan seperti yang sudah di jelaskan di atas, bajunya banyak perilaku terjadi karenan rentetan peristiwa, di sini dia melakukan peristiwa tersebut dikarenakan dia bosan, dan tidak mengerti materi yang akan dipelajari. Dan disini dia membuat antisense yang memicu perilakunya untuk banyak belajar yaitu ingin masuk ranking 5 besar dan jika ingin masuk 5 besar berarti dia harus banyak belajar dan mengurangi waktu bermainnya. Untuk reinforce-nya dia menggunakan reinforcement negatif yaitu dia menghilangkan stimulus yang tidak menyenangkan yaitu malas, bosan dll. Untuk tahap perencanaan yang efektif disini dia membuat self-contract yang isinya adalah:
1. Disini dia menjelaskan target apa yang hendak di capai dan batas waktu programnya. Target yang hendak dicapainya yaitu mengurangi waktu bermain dan meningkatkan prestasi di sekolah dan batas waktunya adalah selama satu semester awal.
2. Reinforces yang di gunakan. Disini dia menggunakan reinforcers negatif yaitu menghilangkan stimulus yang tidak baik seperti rasa bosan, malas.
3. Bonus tambahan jika melampaui batas. Disini jika dia berhasil mencapai target dia akan mendapatkan imbalan yang diinginkan, misalnya yang pada awalnya dia menginginkan masuk 5 besar dan akhirnya dia masuk ke 3 besar, orang tuanya akan memberikan hadiah yang lebih dari yang dia ingingkan pada mulanya.
4. Pinalti jika tidak memenuhi kontrak yang sudah di tentukan. Jika dia tidak berhasil masuk 5 besar, dia berjanji tidak akan bermain selama satu semester kedepan.
5. Cara-cars yang digunakan untuk mencatat perilaku. Setiap harinya dia mencatat waktu untuk bermainnya dan untuk belajarnya, dan waktu dari bermain tersebut harus lebih sedikit dari waktu belajar.
6. Saksi mata. Disini saksi matanya adalah kedua orang tuanya, dan orang tuanya sangat membantu untuk dia sampai pada target yang diinginkannya.
Untuk evaluasinya, disini dia melihat dari hasil ulangan dan tugas di sekolahnya yang semakin hasi meningkat sedikit demi sedikit. Pada awalnya anak tersebut sempet putus asa karena nilainya tidak langsung meningkat, tapi setelah dia mengerti bahwa hasil ini meningkatkan sedikit demi sedikit dia menjadi semakin rajin. Setelah akhirnya batas waktu habis dan kini saatnya melihat hasilnya, ternyata dia berhasil masuk ke 3 besar. Meskipun kini sudah masuk 3 besar, dia masih melakukan pencatatan perilaku, karena menurut dia ini adalah pedoman untuk merubah perilakunya menjadi lebih baik.
Senin, 30 Juni 2014
Tugas Softskill Kesehatan Mental
Senin, 28 April 2014
Tugas Kesehatan Mental
Maraknya Sadisme di Sekitar Kita
SAAT ini mestinya adalah waktu yang tepat bagi para ahli beragam profesi, apakah itu psikolog, psikiater, sosiolog, novelis, ataupun ahli hukum, untuk mengabadikan pandangan-pandangan maupun imajinasinya mengenai sadisme alias kebrutalan di sekitar kita dalam bentuk buku.Betapa tidak? Hanya dalam rentang waktu beberapa bulan, kita disuguhi beragam laporan berita yang mengerikan. Ada seorang suami (Hermanto) membunuh istrinya sendiri, Aisyah Susan Sieh, secara sadis di Jakarta, Juni lalu. Masih di Jakarta, seorang petugas keamanan, Nendi Suhendi, membunuh mantan pejabat Departemen Keuangan, Hamonangan Hutabarat (70), berikut istri dan pembantu perempuannya.
Di Surabaya, Yanuar Stefanus (37), seorang laki-laki keturunan Tionghoa, menggorok istri dan kedua anaknya yang masih balita hingga tewas, sebelum membunuh diri dengan pisau mautnya itu (Suara Merdeka, 26/09/2008). Masih banyak lagi kasus pembunuhan sadis lainnya. Di antara semua itu, kasus Ryan kiranya paling menggegerkan. Dalam kurun waktu setahun, lelaki kemayu asal Jombang, Jawa Timur, ini setidaknya telah membunuh 11 orang secara berantai di Jakarta dan Jombang. Sekarang kasusnya masih dalam proses penyelidikan aparat kepolisian di DKI Jakarta dan Jawa Timur.
Banyak orang bertanya, fenomena apa ini? Laporan-laporan menunjukkan, umumnya pembunuhan itu bermotif uang atau harta. Persoalannya, mengapa manusia bisa begitu jahat dan sangat brutal? Pertanyaan ini sudah lama menjadi kajian menarik, termasuk para sineas yang mengangkatnya dalam cerita-cerita film.
Dalam film The Good Man, misalnya, sutradara Joseph Ruben mencoba mengemas cerita seorang anak berwajah polos yang mempunyai karakter sadis. Dalam film garapan itu dilukiskan, iblis bisa menjelma menjadi apa saja, termasuk menjadi seorang bocah. Dilukiskan, bocah bernama Henry (diperankan Macaulay Culkin) itu tidak hanya tega membunuh seorang temannya, berusaha menghabisi sepupunya dan beberapa teman lainnya, tetapi juga mengincar nyawa ibunya, Susan. Henry akhirnya mati di jurang saat akan membunuh Mark sepupunya.
Dalam Encyclopedia of Murder (1961), kita bisa menemukan ratusan kasus pembunuhan sadistis, khususnya di AS dan Eropa, namun tak ada pembahasan tentang sebab-musababnya. Di antara kasus itu pelakunya adalah orang militer aktif maupun pensiunan. Korbannya ada yang mencapai puluhan orang.
Sebagian kasus lainnya dikategorikan rumit, sehingga tidak terungkap meski polisi telah memburunya selama bertahun-tahun. Salah satu kasus terbesar adalah The Thames Nude Murders di London, antara Juni 1959 hingga Februari 1965. Pembunuhnya dikenal dengan julukan Jack the Stripper, dan korbannya kebanyakan pelacur. Rumor yang beredar sempat menuduh mantan petinju Freddie Mills, yang kemudian mati. Tetapi sang pembunuh berantai itu tetap misteri hingga kini, begitu ditulis dalam buku The Book of Lists 2 karya Irving Wallace dkk.
Dari buku-buku sejarah kita juga tahu betapa pembunuh berdarah dingin, baik yang berlatar belakang masalah pribadi, dendam kesumat pribadi, kelompok, maupun politik, bisa menggunakan kedok bermacam-macam termasuk agama. Papa Doc Duvalier, penguasa Haiti 1950-an hingga awal 1970-an, dilukiskan sebagai dokter yang suka mengenakan jubah pendeta, berkomat-kamit dengan rosario di tangan, dan mengutip Injil. Tetapi tak terhitung berapa rakyat Haiti yang mati bersimbah darah karena perintah Papa Doc, yang kemudian digantikan anaknya, Baby Doc Duvalier.
Akar Kekerasan Kekerasan dengan banyak simbahan darah juga terjadi di kelompok-kelompok masyarakat di negeri ini, yang dilukiskan sebagai masyarakat yang lemah lembut dan ramah tamah. Pembunuhan massal akibat dendam politik juga terjadi pada pertengahan 1960-an di Jawa, misalnya, bahkan juga di Bali yang sering dilukiskan sebagai masyarakat penuh harmoni. Mengherankan memang. Tetapi mungkin karena ’’aneh’’ itulah Eric Fromm (1900-1980), seorang ahli psikoanalisa sampai mengambil contoh kasus di Indonesia itu untuk dimasukkan di dalam bukunya yang istimewa, The Anatomy of Human Destructiveness, yang terbit pertama kali pada 1973.
Dalam bukunya, Eric Fromm membahas secara detial akar kekerasan. Ia menjelaskan mulai instingtivisme, behaviorisme, dan psikoanalisis, tentang konsep agresi Sigmund Freud dan teori Konrad Lorenz. Ia juga membahas bukti-bukti yang menentang tesis instingtivis, yang menyokong pandangan bahwa orang itu sadis sudah dari sononya.
Dibahas pula secara luas premis-premis tentang agresi jahat, termasuk kekejaman dan kedestruktifan. Ada kedestruktifan nyata, kedestruktifan kesumat, dan ada pula kedestruktifan ekstatik. Ia juga memberi contoh karakter destruktif dalam bentuk sadisme.
Namun penjelasan yang paling menarik barangkali adalah tentang kondisi-kondisi yang membangkitkan sadisme. Apa saja faktor yang kondusif bagi perkembangan sadisme? Eric Fromm mengatakan, jawabnya masih terlalu pelik. Meski begitu, ada satu hal yang telah jelas sejak awal: tidak ada hubungan sederhana antara lingkungan dan karakter seseorang.
Mengapa? Jawabnya, karena karakter individu ditentukan oleh faktor-faktor perseorangan, semisal kecenderungan yang berlaku secara melembaga, kekhasan kehidupan keluarga, dan peristiwa-peristiwa luar biasa dalam kehidupannya. Bukan hanya faktor-faktor perseorangan ini yang dapat memainkan peranan; faktor-faktor lingkungan juga lebih rumit ketimbang yang kita duga.
Suatu masyarakat bukanlah ’’satu’’ masyarakat. Suatu masyarakat merupakan sistem yang rumit; ada kelas bawah yang kolot dan modern, kelas menengah, kelas atas, elite penguasa yang busuk, kelompok-kelompok dengan atau tanpa tradisi religi atau ajaran moral-filsafat, bahkan ada pula masyarakat kota kecil dan kota besar. Semuanya itu baru sebagian faktor yang perlu dipertimbangkan.
Tentang faktor-faktor individu yang meningkatkan sadisme, menurut Eric Fromm, adalah semua kondisi yang cenderung membuat anak-anak atau orang dewasa merasa kesepian dan tidak berdaya. Anak yang tak sadis bisa saja kelak menjadi remaja atau orang dewasa yang sadis, jika ada perubahan situasi tertentu.
Kondisi lain adalah situasi kehampaan jiwa. Jika tidak ada stimuli, tidak akan ada yang dapat membangkitkan kecakapan si anak. Jika ada situasi yang menjemukan dan tidak menyenangkan, si anak akan menjadi pribadi dingin. Hal itu karena tidak ada sarana yang tepat untuk menyalurkan kecakapannya, tidak ada orang yang mau menanggapi atau bahkan mendengar keluhannya. Si anak dibiarkan memendam rasa ketidakberdayaan dan ketidakmampuan.
Ketidakberdayaan memang tidak selalu membentuk karakter sadistik; benar-tidaknya ini tergantung pada banyak faktor. ’’Meskipun demikian, hal ini merupakan salah satu sumber utama yang memberi sumbangsih bagi perkembangan sadisme, baik secara individu maupun sosial,’’ kata Eric Fromm.
Sebuah peringatan bagi kita, setidaknya kita bisa mencegah timbulnya sadisme di lingkungan keluarga kita sendiri. Seperti pesan sentral film The Good Man, bisa saja anak-anak kita menjadi the sleeping enemies. Kita mesti mencegah kemungkinan timbulnya Henry-Henry lain dari keluarga kita. (32)
Menurut saya kenapa kasus ini pas dengan teori Fromm seperti yang telah di bahas di atas karakter individu selain ditentukan oleh individu itu sendiri juga di pengaruhi oleh lingkungan sekitarnya (masyarakatnya). Fromm membagi sistem struktur masyarakat ke dalam 3 bagian yaitu 1)bagian A, masyarakat yang pencinta kehidupan. 2)bagian B, masyarakat non-destruktif-agresif. 3)bagian C, yaitu masyarakat destruktif. Jika seseorang hidup di lingkungan masyarakat bagian B dan C maka kemungkinan besar akan mempengaruhi kepribadian orang itu sendiri.
Rabu, 09 April 2014
TUGAS KESEHATAN MENTAL (ERICH FROMM)
Erich Fromm lahir di Frankfurt, Jerman pada tanggal 23 Maret 1900. Ia belajar psikologi dan sosiologi di University Heidelberg, Frankfurt, dan Munich. Setelah memperoleh gelar Ph.D dari Heidelberg tahun 1922, ia belajar psikoanalisis di Munich dan pada Institut psikoanalisis Berlin yang terkenal waktu itu. Tahun 1933 ia pindah ke Amerika Serikat dan mengajar di Institut psikoanalisis Chicago dan melakukan praktik privat di New York City. Ia pernah mengajar pada sejumlah universitas dan institut di negara ini dan di Meksiko. Terakhir, Fromm tinggal di Swiss dan meninggal di Muralto, Swiss pada tanggal 18 Maret 1980.
Fromm sangat dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Karl Marx, terutama oleh karyanya yang pertama, The economic philosophical manuscripts yang ditulis pada tahun 1944. Tema dasar ulisan Fromm adalah orang yang merasa kesepian dan terisolasi karena ia dipisahkan dri alam dan orang-orang lain. Kedaan isolasi ini tidak ditemukan dalam semua spesies binatang, itu adalah situasi khas manusia. Berikut ini kita akan mengulas lebih dalam mengenai teori-teori Fromm.
2. TEORI KEPRIBADIAN ERICH FROMM
Sebelum mengulas tentang teori kepribadian dari Fromm, beberapa pengalaman mempengaruhi pandangan Fromm, antara lain pada umur 12 tahun ia menyaksikan seorang wanita cantik dan berbakat, sahabat keluarganya, bunuh diri. Fromm sangat terguncang karena kejadian itu. Tidak ada seorang yang memahami mengapa wanita tersebut memilih bunuh diri. Ia juga mengalami sebagai anak dari orangtua yang neurotis. Ia hidup dalam satu rumah tangga yang penuh ketegangan. Ayahnya seringkali murung, cemas, dan muram. Ibunya mudah menderita depresi hebat. Tampak bahwa Fromm tidak dikelilingi pribadi-pribadi yang sehat. Karena itu, masa kanak-kanaknya merupakan suatu laboratorium yang hidup bagi observasi terhadap tingkah laku neurotis. Peristiwa ketiga adalah pada umur 14 tahun Fromm melihat irrasionalitas melanda tanah airnya, Jerman, tepatnya ketika pecah perang dunia pertama. Dia menyaksikan bahwa orang Jerman terperosok ke dalam suatu fanatisme sempit dan histeris dan tergila-gila. Teman-teman dan kenalan-kenalannya terpengaruh. Seorang guru yang sangat ia kagumi menjadi seorang fanatik yang haus darah. Banyak saudara dan teman-temannya yang meninggal di parit-parit perlindungan. Ia heran mengapa orang yang baik dan bijaksana tiba-tiba menjadi gila. Dari pengalaman-pengalaman yang membingungkan ini, Fromm mengembangkan keinginan untuk memahami kodrat dan sumber tingkah laku irasional. Dia menduga hal itu adalah pengaruh dari kekuatan sosio-ekonomis, politis, dan historis secara besar-besaran yang mempengaruhi kodrat kepribadian manusia.
Fromm sangat dipengaruhi oleh tulisan Karl Marx, terutama oleh karyanya yang pertama, The Economic and Philosophical Manuscripts yang ditulis pada tahun 1944. Fromm membandingkan ide-ide Freud dan Marx, menyelidiki kontradiksi-kontradiksinya dan melakukan percobaan yang sintesis. Fromm memandang Marx sebagai pemikir yang lebih ulung daripada Freud dan menggunakan psikoanalisa, terutama untuk mengisi celah-celah pemikiran Marx. Pada tahun 1959, Fromm menulis analisis yang sangat kritis bahkan polemis tentang kepribadian Freud dan pengaruhnya, sebaliknya berbeda sekali dengan kata-kata pujian yang diberikan kepada Marx pada tahun 1961. Meskipun Fromm deapat disebut sebagai seorang teoritikus kepribadian Marxian, ia sendiri lebih suka disebut humanis dialetik. Tulisan-tulisan Fromm dipengaruhi oleh pengetahuannya yang luas tentang sejarah, sosiologi, kesusastraan, dan filsafat.
Tema dasar dari dasar semua tulisan Fromm adalah individu yang merasa kesepian dan terisolir karena ia dipisahkan dari alam dan orang-orang lain. Keadaan isolasi ini tidak ditemukan dalam semua spesies binatang, itu adalah situasi khas manusia. Dalam bukunya Escape from Freedom (1941), ia mengembangkan tesis bahwa manusia menjadi semakin bebas dari abad ke abad, maka mereka juga makin merasa kesepian (being lonely). Jadi, kebebasan menjadi keadaan yang negatif dari mana manusia melarikan diri. Dan jawaban dari kebebasan yang pertama adalah semangat cinta dan kerjasama yang menghasilkan manusia yang mengembangkan masyarakat yang lebih baik, yang kedua adalah manusia merasa aman dengan tunduk pada penguasa yang kemudian dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat.
Dalam buku-buku Fromm berikutnya (1947, 1955, 1964), dikatakan bahwa setiap masyarakat yang telah diciptakan manusia, entah itu berupa feodalisme, kapitalisme, fasisme, sosialisme, dan komunisme, semuanya menunjukkan usaha manusia untuk memecahkan kontradiksi dasar manusia. Kontradiksi yang dimaksud adalah seorang pribadi merupakan bagian tetapi sekaligus terpisah dari alam, merupakan binatang sekaligus manusia. Sebagai binatang, orang memiliki kebutuhan-kebutuhan fisik tertentu yang harus dipuaskan. Sebagai manusia, orang memiliki kesadaran diri, pikiran dan daya khayal. Pengalaman-pengalaman khas manusia meliputi perasaan lemah lembut, cinta, perasaan kasihan, sikap-sikap perhatian, tanggung jawab, identitas, intergritas, bisa terluka, transendensi, dan kebebasan, nilai-nilai serta norma-norma. Kemudian teori Erich Fromm mengenai watak masyarakat mengakui asumsi transmisi kebudayaan dalam hal membentuk kepribadian tipikal atau kepribadian kolektif. Namun Fromm juga mencoba menjelaskan fungsi-fungsi sosio-historik dari tipe kepribadian tersebut yang menghubungkan kebudayaan tipikal dari suatu kebudayaan obyektif yang dihadapi suatu masyarakat. Untuk merumuskan hubungan tersebut secara efektif, suatu masyarakat perlu menerjemahkannya ke dalam unsur-unsur watak (traits) dari individu anggotanya agar mereka bersedia melaksanakan apa yang harus dilakukan.
Fromm membagi sistem struktur masyarakat menjadi tiga bagian berdasar karakter sosialnya:
1. Sistem A, yaitu masyarakat-masyarakat pecinta kehidupan. Karakter sosial masyarakat ini penuh cita-cita, menjaga kelangsungan dan perkembangan kehidupan dalam segala bentuknya. Dalam sistem masyarakat seperti ini, kedestruktifan dan kekejaman sangat jarang terjadi, tidak didapati hukuman fisik yang merusak. Upaya kerja sama dalam struktur sosial masyarakat seperti ini banyak dijumpai.
2. Sistem B, yaitu masyarakat non-destruktif-agresif. Masyarakat ini memiliki unsur dasar tidak destruktif, meski bukan hal yang utama, masyarakat ini memandang keagresifam dan kedestruktifan adalah hal biasa. Persaingan, hierarki merupakan hal yang lazim ditemui. Masyarakat ini tidak memiliki kelemah-lembutan, dan saling percaya.
3. Sistem C, yaitu masyarakat destruktif. Karakter sosialnya adalah destruktif, agresif, kebrutalan, dendam, pengkhianatan dan penuh dengan permusuhan. Biasanya pada masyarakat seperti ini sangat sering terhadi persaingan, mengutamakan kekayaan, yang jika bukan dalam bentuk materi berupa mengunggulkan simbol.
Fromm juga menyebutkan dan menjelaskan lima tipe karakter sosial yang ditemukan dalam masyarakat dewasa ini, yakni:
1. Tipe Reseptif (mengharapkan dukungan dari pihak luar)
2. Tipe Eksploitasi (memaksa orang lain untuk mengikuti keinginannya)
3. Tipe Penimbunan (suka mengumpulkan dan menimbun barang suatu materi)
4. Tipe Pemasaran (suka menawarkan dan menjual barang)
5. Tipe Produktif (karakter yang kreatif dan selalu berusaha untuk menggunakan barang-barang untuk suatu kemajuan)
6. Tipe Nekrofilus-biofilus (nekrofilus orang yang tertarik dengan kematian, biofilus:orang yang mencintai kehidupan)
Fromm juga memngemukakan bahwa bila masyarakat berubah secara mendasar, sebagaimana terjadi ketika feodalisme berubah menjadi kapitalisme atau ketika sistem pabrik menggeser tenaga tukang, perubahan semacam itu akan mengakibatkan perubahan-perubahan dalam karakter sosial manusia. Persoalan hubungan seseorang dengan masyarakat merupakan keprihatinan besar Fromm. Menurut Fromm ada validitas proposisi-proposisi berikut:
1) Manusia mempunyai kodrat esensial bawaan,
2) Masyarakat diciptakan oleh manusia untuk memenuhi kodrat esensial ini,
3) Tidak satu pun bentuk masyarakat yang pernah diciptakan berhasil memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar eksistensi manusia, dan
4) Eksistensi manusia adalah mungkin menciptakan masyarakat semacam itu.
Kemudian Fromm mengemukakan tentang masyarakat yang seharusnya yaitu dimana manusia berhubungan satu sama lain dengan penuh cinta, dimana ia berakar dalam ikatan-ikatan persaudaraan dan solidaritas, suatu masyarakat yang memberinya kemungkinan untuk mengatasi kodratnya dengan menciptakannya bukan dengan membinasakannya, dimana setiap orang mencapai pengertian tentang diri dengan mengalami dirinya sebagai subjek dari kemampuan-kemampuannya bukan dengan konformitas, dimana terdapat suatu sistem orientasi dan devosi tanpa orang perlu mengubah kenyataan dan memuja berhala. Bahkan Fromm mebgusulkan suatu nama untuk masyarakat yang sempurna tersebut yaitu Sosialisme Komunitarian Humanistik. Dalam masyarakat semacam itu, setiap orang akan memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi mansiawi sepenuhnya.
KONDISI EKSISTENSI MANUSIA
Dilema Eksistensi
Mengikuti filsafat dualism, semua gerak di dunia dilatarbelakangi oleh pertentangan dua kelompok ekstrim, tesa dan antitesa. Pertentangan itu akan menimbulkan sintesa, yang pada dasarnya dapat dipandang sebagai teas baru yang akan memunculkan antitesa yang lain. Itulah dinamika yang tidak pernah berhenti bergerak.
Menurut Fromm, hakekat manusia juga bersifat dualistik. Paling tidak ada empat dualistik di dalam diri manusia:
a. Manusia sebagai binatang dan sebagai manusia
Manusia sebagai binatang memiliki banyak kebutuhan fisiologik yang harus dipuaskan, seperti kebutuhan makan, minum, dan kebutuhan seksual. Manusia sebagai manusia memiliki kebutuhan kesadaran diri, berfikir, dan berimajinasi. Kebutuhan manusia itu terwujud dalam pengalaman khas manusia meliputi perasaan lemah lembut, cinta, kasihan, perhatian, tanggung jawab, identitas, intergritas, sedih, transendensi, kebebasan, nilai, dan norma.
b. Hidup dan mati
Kesadaran diri dan fikiran manusia telah mengetahui bahwa dia akan mati, tetapi manusia berusaha mengingkarinya dengan meyakini adanya kehidupan sesudah mati, dan usaha-usaha yang tidak sesuai dengan fakta bahwa kehidupan akan berakhir dengan kematian.
c. Ketidaksempurnaan dan kesempurnaan
Manusia mampu mengkonsepkan realisasi-diri yang sempurna, tetapi karena hidup itu pendek kesempurnaan tidak dapat dicapai. Ada orang berusaha memecahkan dikotomi ini melalui mengisi rentang sejarah hidupnya dengan prestasi di bidang kemanusiaan, dan ada pula yang meyakini dalil kelanjutan perkembangannya sesudah mati.
d. Kesendirian dan kebersamaan
Manusia adalah pribadi yang mandiri, sendiri, tetapi manusia juga tidak bisa menerima kesendirian. Manusia menyadari diri sebagai individu yang terpisah, dan pada saat yang sama juga menyadari kalau kebahagiaannya tergantung kepada kebersamaan dengan orang lain. Dilema ini tidak pernah terselesaikan, namun orang harus berusaha menjembatani dualism ini, agar tidak menjadi gila. Dualisme-dualisme itu, aspek binatang dan manusia, kehidupan dan kematian, ketidaksempurnaan dan kesempurnaan, kesendirian dan kebersamaan, merupakan kondisi dasar eksistensi manusia. Pemahaman tentang jiwa manusia harus berdasarkan analisis tentang kebutuhan-kebutuhan manusia yang berasal dari kondisi-kondisi eksistensi manusia.
Kondisi yang dibawa dari lahir antara tesa-antitesa eksistensi manusia, disebut dilema eksistensi. Di satu sisi manusia berjuang untuk bebas, menguasai lingkungan dengan hakekat kemanusiaannya, di sisi lain kebebasan itu memperbudak manusia dengan memisahkan hakekat kebinatangan dari akar-akar alaminya. Dinamika kehidupan bergerak tanpa henti seolah-olah manusia bakal hidup abadi, setiap orang tanpa sadar mengingkari kematian yang baka dan berusaha bertahan di dunia yang fana. Mereka menciptakan cita-cita ideal yang tidak pernah dapat dicapai, mengejar kesempurnaan sebagai kompensasi perasaan ketidaksempurnaan. Anak yang berjuang untuk memperoleh otonomi diri mungkin menjadi dalam kesendirian yang membuatnya merasa tidak berdaya dan kesepian; masyarakat yang berjuang untuk merdeka mungkin merasa lebih terancam oleh isolasi dari bangsa lain. Dengan kata lain, kemandirian dan kebebasan yang diinginkan malahan menjadi beban. Ada dua cara menghindari dilema eksistensi yaitu:
1. Menerima otoritas dari luar dan tunduk kepada penguasa dan menyesuaikan diri dengan masyarakat. Manusia menjadi budak (dari penguasa negara) untuk mendapatkan perlindungan/rasa aman.
2. Orang bersatu dengan orang lain dalam semangat cinta dan kerja sama, menciptakan ikatan dan tanggung jawab bersama dari masyarakat yang lebih baik.
KEBUTUHAN MANUSIA
Umumnya kata “kebutuhan” diartikan sebagai kebutuhan fisik, yang oleh Fromm dipandang sebagai kebutuhan aspek kebinatangan dari manusia, yakni kebutuhan makan, minum, seks, dan bebas dari rasa sakit. Kebutuhan manusia dalam arti kebutuhan sesuai dengan eksistensinya sebagai manusia, menurut Fromm meliputi dua kelompok kebutuhan; pertama kebutuhan untuk menjadi bagian dari sesuatu dan menjadi otonom, yang terdiri dari kebutuhan Relatedness, Rootedness, Transcendence, Unity, dan Identity. Kedua, kebutuhan memahami dunia, mempunyai tujuan dan memanfaatkan sifat unik manusia, yang terdiri dari kebutuhan Frame of orientation, frame of devotion, Excitation-stimulation, dan Effectiveness.
Kebutuhan Kebebasan dan Keterikatan
1. Keterhubungan (relatedness): Kebutuhan mengatasi perasaan kesendirian dan terisolasi dari alam dan dari dirinya sendiri. Kebutuhan untuk bergabung dengan makhluk lain yang dicintai,menjadi bagian dari sesuatu. Keinginan irasional untuk mempertahankan hubungan yang pertama, yakni hubungan dengan ibu, kemudian diwujudkan ke dalam perasaan solidaritas dengan orang lain. Hubungan paling memuaskan bisa positif yakni hubungan yang didasarkan pada cinta, perhatian, tanggung jawab, penghargaan, dan pengertian dari orang lain,bisa negatif yakni hubungan yang didasarkan pada kepatuhan atau kekuasaan.
2. Keberakaran (rootedness): Kebutuhan keberakaran adalah kebutuhan untuk memiliki ikatan-ikatan yang membuatnya merasa nyaman di dunia (merasa seperti di rumahnya). Manusia menjadi asing dengan dunianya karena dua alasan yaitu:
· Dia direnggut dari akar-akar hubungannya oleh situasi (ketika manusia dilahirkan, dia menjadi sendirian dan kehilangan ikatan alaminya)
· Fikiran dan kebebasan yang dikemangkannya sendiri justru memutus ikatan alami dan menimbulkan perasaan isolasi/tak berdaya.
Keberakaran adalah kebutuhan untuk mengikat diri dengan kehidupan. Setiap saat orang dihadapkan dengan dunia baru, dimana dia harus tetap aktif dan kreatif mengembangkan perasaan menjadi bagian yang integral dari dunia. Dengan demikian dia akan tetap merasa aman, tidak cemas, berada di tengah-tengah duania yang penuh ancaman. Orang dapat membuat ikatan fiksasi yang tidak sehat, yakni mengidentifikasikan diri dengan satu situasi, dan tidak mau bergerak maju untuk membuat ikata baru dengan dunia baru.
3. Menjadi pencipta (transcendency): Karena individu menyadari dirinya sendiri dari lingkungannya, mereka kemudian mengenali betapa kuat dan menakutkan alam semesta itu, yang membuatnya meras tak berdaya. Orang ingin mengatasi perasaan takut dan ketidakpastian menghadapi kemarahan dan ketakmenentuan semesta. Orang membutuhkan peningkatan diri, berjuang untuk mengatasi sifat fasif dikuasai alam menjadi aktif, bertujuan dan bebas, berubah dari makhluk ciptaan menjadi pencipta. Seperti menjadi keterhubungan, transendensi bisa positif (menciptakan sesuatu) atau negatif (menghancurkan sesuatu).
4. Kesatuan (unity): Kebutuhan untuk mengatasi eksistensi keterpisahan antara hakikat binatang dan non binatang dalam diri seseorang. Keterpisahan, kesepian, dan isolasi semuanya bersumber dari kemandirian dan kemerdekaan “untuk apa orang mengejar kemandirian dan kemerdekaan kalau hasilnya justru kesepian dan isolasi?” dari dilema ini muncul kebutuhan unitas. Orang dapat mencapai unitas, memperoleh kepuasan (tanpa menyakiti orang lain dan diri sendiri) kalau hakikat kebinatangan dan kemanusiaan itu bisa didamaikan, dan hanya dengan berusaha untuk menjadi manusia seutuhnya melalui berbagi cinta dan kerjasama dengan orang lain.
5. Identitas (identity): Kebutuhan untuk menjadi “aku”, kebutuhan untuk sadar dengan dirinya sendiri sebagai sesuatu yang terpisah. Manusia harus merasakan dapat mengontrol nasibnya sendiri, harus bisa membuat keputusan, dan merasa bahwa hidupnya nyata-nyata miliknya sendiri. Misalnya orang primitif mengidentifikasikan diri dengan sukunya, dan tidak melihat dirinya sendiri sebagai bagian yang terpisah dari kelompoknya.
Kebutuhan untuk memahami dan beraktivitas
1) Kerangka orientasi (frame of orientaion): Orang membutuhkan peta mengenai dunia sosial dan dunia alaminya; tanpa peta itu dia akan bingung dan tidak mampu bertingkah laku yang ajeg-mempribadi. Manusia selalu dihadapkan dengan fenomena alam yang membingungkan dan realitas yang menakutkan, mereka membutuhkan hidupnya menjadi bermakna. Dia berkeinginan untuk dapat meramalkan kompleksitas eksistensi. Kerangka orientasi adalah seperangkat keyakinan mengenai eksistensi hidup, perjalanan hidup-tingkah laku bagaimana yang harus dikerjakannya, yang mutlak dibutuhkan untuk memperoleh kesehatan jiwa.
2) Kerangka kesetiaan (frame of devotion): Kebutuhan untuk memiliki tujuan hidup yang mutlak. Orang membutuhkan sesuatu yang dapat menerima seluruh pengabdian hidupnya, sesuatu yang membuat hidupnya menjadi bermakna. Kerangka pengabdian adalah peta yang mengarahkan pencarian makna hidup, menjadi dasar dari nilai-nilai dan titik puncak dari semua perjuangan.
3) Keterangsangan- stimulasi (excitation-stimulation): Kebutuhan untuk melatih sistem syaraf, untuk memanfaatkan kemampuan otak. Manusia membutuhkan bukan sekedar stimulus sederhana (misalnya: makanan), tetapi stimuli yang mengaktifkan jiwa (misalnya: puisi atau hukm fisika). Stimuli yang tidak cukup direaksi saat itu, tetapi harus direspon secara aktif, produktif, dan berkelanjutan.
4) Keefektivan (effectivity): Kebutuhan untuk menyadari eksistensi diri melawan perasaan tidak mampu dan melatih kompetensi/kemampuan.
MEKANISME MELARIKAN DIRI DARI KEBEBASAN
Masyarakat kapitalis kontemporer menempatkan orang sebagai korban dari pekerjaan mereka sendiri. Konflik antara kecenderungan mandiri dengan ketidakberjayaan dapat merusak kesehatan mental. Menurut Fromm, ciri orang normal atau yang mentalnya sehat adalah orang yang mampu bekerja produktif sesuai dengan tuntutan lingkungan sosialnya, sekaligus mampu berpartisipasi dalam kehidupan sosial yang penuh cinta. Menurut Fromm, normalitas adalah keadaan optimal dari pertumbuhan (kemandirian) dan kebahagiaan (kebersamaan) dari individu. Pada dasarnya ada dua cara untuk memperoleh makna dan kebersamaan dalam kehidupan diantaranya:
1. Mencapai kebebasan positif yakni berusaha menyatu dengan orang lain, tanpa mengorbankan kebebasan dan integritas pribadi. Ini adalah pendekatan optimistik dan altruistik, yang menghubungkan diri dengan orang lain melalui kerja dan cinta, melalui ekspresi perasaan dan kemampuan intelektual yang tulus dan terbuka. Oleh Fromm disebut pendekatan humanistik, yang membuat orang tidak merasa kesepian dan tertekan, karena semua menjadi saudara dari yang lain.
2. Memperoleh rasa aman denagn meninggalkan kebebasan dan menyerahkan bulat-bulat individualitas dan intehritas diri kepada sesuatu (bisa orang atau lembaga) yang dapat memberi rasa aman. Solusi semacam ini dapat menghilangkan kecemasan karena kesendirian dan ketidakberdayaan, namun menjadi negatif karena tidak mengizinkan orang mengekspresikan diri, dan mengembangkan diri. Cara memperoleh rasa aman dengan berlindung di bawah kekuatan lain disebut Fromm mekanisme pelarian. Mekanisme pelarian sepanjang dipakai sekali waktu, adalah dorongan yang normal pada semua orang, baik individual maupun kolektif. Ada tiga mekanisme pelarian yang terpenting, yakni otoritarianisme, destruktif, dan konfomitas.
a. Otoritarianisme (authoritarianism)
Kecenderungan untuk menyerahkan kemandirian diri dan menggabungkannya dengan seseorang atau sesuatu di luar dirinya, untuk memperoleh kekuatan yang dirasakan tidak dimilikinya. Kebutuhan untuk menggabung dengan partner yang memiliki kekuatan bisa merupakan masokisme dan sadisme. Masokisme merupakan hasil dari perasaan dasar tidak beraya, lemah, inferior yang dibawa, sehingga kekuatan itu tertuju atau menindas dirinya. Masokisme merupakan bentuk tersembunyi dari perjuangan memperoleh cinta dan kesetiaan, tetapi tidak memberi sumbangan positif kekemandirian. Sedangkan sadisme dipakai untuk meredakan kecemasan dasar melalui penyatuan diri dengan orang lain atau institusi. Sadisme juga merupakan bentuk neurotik yang lebih parah dan lebih berbahaya (karena mengacam orang lain) dibanding masokisme.
b. Perusakan (destruktiveness)
Destruktif berakar pada perasaan kesepian, isolasi, dan tak berdaya. Destruktif mencari kekuatan tidak melalui membangun hubungan dengan pihak luar, tetapi melalui usaha membalas/merusak kekuatan orang lain, individu, bahkan negara dapat memakai strstegi destruktif , merusak orang atau obyek, dalam rangka memperoleh perasaan kuat yang hilang.
c. Penyesuaian (conformity)
Bentuk pelarian dari perasaan kesepian dari isolasi berupa penyerahan individualitas dan menjadi apa saja seperti yang diinginkan kekuatan dari luar. Orang menjadi robot, mereaksi sesuatu persis seperti yang direncanakan dan mekanis menuruti kemauan orang lain.
Daftar Psutaka
Hall, Calvin dan dkk. 1993. Teori-Teori Psikodinamik (Klinis).Yogyakarta: Kanisius
Suryabarata, Sumadi.2007.Psikologi Kepribadian.Jakarta: Raja Grafindo